Negara ada karena memiliki
RAKYAT. Oleh Negara diatur mekanisme pembiayaan penyelenggaraan Negara melalui
mekanisme pajak di berbagai titik, dimana dalam mekanismenya pada akhirnya
rakyat dibebankan membayar pajak kepada Negara, baik berupa pemotongan gaji,
makan di restoran, pajak usaha dll.
Pajak yang terkumpul pada
akhirnya melalui mekanisme pembahasan yang melibatkan eksekutif dan legislative
dikembalikan kepada rakyat berupa PEMBANGUNAN infrastruktur, kesehatan,
pendidikan, ekonomi, dll.
Wujud nyata dari pembangunan
tersebut adalah tersedianya fasilitas PELAYANAN PUBLIK, seperti sekolah,
puskesmas, pasar tradisional, dll yang seyogyanya dipereruntukan untuk melayani
rakyat yang telah membayar pajak secara BERKUALITAS, Pendidikan BERKUALITAS,
Puskesmas BERKUALITAS, Pasar Tradisional yang HIGENIS, jalan raya yang mulus
tanpa bolong dimana-mana , dan sebagainya.
Namun pada kenyataannya RAKYAT
sebagai PEMBAYAR PAJAK masih harus menelan pil pahit atas kondisi pelayanan public
yang masih JAUH DARI YANG DIHARAPKAN.
Jika JAUH DARI YANG DIHARAPKAN
ini akibat keterbatasan biaya mungkin bisa maklum, namun jika kita lihat
MEREBAKNYA KASUS KORUPSI belum lagi UANG YANG BEREDAR dikalangan Hukum pada
proses beberapa kasus pengadilan korupsi menjadi indikasi jika uang yang
semestinya digunakan oleh aparat untuk membangun malah mereka korupsi dan yang
lebih parah lagi ketika kasusnya disidangkan uang sogokan yang diberikan kepada
oknum penegak hokum darimana lagi jika bukan dari UANG PAJAK yang di bayar
selama ini.
Akhirnya kita maklum jika banyak
sekolah rusak, puskesmas kotor, jalanan banyak yang bolong diakibatkan oleh
KORUPSI dan PERMAINAN KOTOR PENEGAK HUKUM di dalam banyak penanganan KASUS
KORUPSI.
Lebih jauh lagi apa yang
dilakukan oleh oknum diatas pada akhirnya melahirkan ANOMALI PELAYANAN PUBLIK,
dimana Pelayanan yang semestinya dijalankan secara berkualitas malah terjadi
sebaliknya.
Korupsi masih merajalela ditambah
oknum penegak hokum yang juga menikmati UANG HARAM tersebut sampai banyak
ditemukan koleksi amplop berates-ratus juga di ruang hakim setyabudhi, namun Negara
masih dengan lantang beriklan:
TIDAK BAYAR PAJAK,
APA KATA DUNIA ……………………
(tepok jidat)
Komentar
Posting Komentar